Perhatikan Masalah Perkembangan Motorik Kasar pada Infant atau Bayi
Oleh Suci Amalia Firdaus
SETIAP orang tua mengharapkan anaknya tumbuh dan berkembang secara optimal. Tidak ada waktu yang sama dalam kehidupan dimana terjadi perubahan fisik dan pencapaian perkembangan yang pesat seperti masa bayi. Semua sistem tubuh mengalami pematangan progresif. Perkembangan keterampilan serentak memungkinkan bayi untuk semakin merespons lingkungan.
Infant adalah sinonim yang lebih khusus untuk “bayi” yaitu periode dari usia 1 bulan hingga kurang lebih usia 2 tahun (Ruffin, 2009). Pada usia ini merupakan periode keemasan (golden period) untuk optimalisasi tumbuh kembang dan merupakan masa yang tepat untuk mempersiapkan seorang anak menjadi dewasa yang berkualitas dikemudian hari.
Lima tahun pertama kehidupan adalah masa pertumbuhan dan pembelajaran yang luar biasa. Pada masa ini ditandai dengan peningkatan kemampuan motorik berkembang secara pesat, antara lain: bayi belajar untuk meraih dan memegang, duduk, berdiri dan berjalan, dan mengunyah dan berbicara.
Perilaku motorik didasarkan pada gerakan spontan, pola aktivitas, yang merupakan peran penting dari jaringan saraf. Perilaku motorik kasar termasuk dalam perkembangan kematangan pada postur, keseimbangan kepala, duduk, merayap, berdiri, dan berjalan (Hadders-Algra, 2018).
Pada periode ini sering terjadi masalah perkembangan termasuk perkembangan motorik kasar.Masalah perkembangan motorik kasar pada infant dapat dideteksi sejak dini, dengan merujuk pada red flags. Gangguan motorik kasar pada infant, di antaranya bayi belum dapat berguling umur lima bulan, belum dapat mengontrol kepala usia 6-7 bulan, belum dapat duduk tegak di lantai 5-10 menit pada usia 10-12 bulan, dan belum dapat merangkak dan ditarik ke posisi berdiri pada umur 12-13 bulan(Fazriyati, 2013). Masalah tumbuh kembang akan lebih banyak ditemukan pada bayi-bayi yang memiliki resiko tinggi saat persalinan seperti kurang bulan atau prematur, perdarahan intraventrikular dan lain-lain.
Di Indonesia, faktor lingkungan dapat menyebabkan penyimpangan tumbuh kembang anak yang umumnya dilatarbelakangi oleh kemiskinan dan ketidaktahuan masyarakat tentang proses tumbuh kembang. Sebuah hasil penelitian menunjukkan bahwa keterlambatan perkembangan motorik kasar balita merupakan masalah kesehatan, dengan angka kejadian 29,3% di pedesaan dan 18,7% di perkotaan.
Balita di pedesaan lebih banyak yang mengalami keterlambatan perkembangan dibandingkan balita di perkotaan (Fadlyana, Alisjahbana, Nelwan, Noor, & Sofiatin, 2003). Di perkotaan, penghasilan keluarga merupakan faktor yang dianggap mewakili keadaan sosioekonomi keluarga dan merupakan salah satu faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi perkembangan seorang anak.
Keluarga yang berpenghasilan rendah memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk mempunyai anak yang perkembangannya terlambat. Hal ini mungkin berhubungan dengan kemampuan keluarga untuk menyediakan makanan yang cukup bagi anaknya dan juga kemampuan untuk menyediakan sarana alat bantu stimulasi.
Berkaitan dengan makanan, keterlambatan motorik kasar anak dapat disebabkan keadaan anak yang kekurangan gizi. Sebanyak 55,6 % balita umur 6-12 bulan di posyandu dusun Kedungbendo Kabupaten Mojokerto, memiliki status gizi kurang dan hampir setengahnya (25%) juga memiliki perkembangan motorik yang kurang (Susanti, 2013).
Kurangnya pemberian makanan yang sehat dan cukup gizi pada balita umur 6-12 bulan bisa menyebabkan terganggunya perkembangan mental, menghambat pertumbuhan motorik kasar, terganggunya pertumbuhan badan, serta terdapatnya berbagai jenis penyakit pada bayi.
Anak membutuhkan orang lain dalam perkembangannya dan orang yang paling pertama bertanggung jawab adalah orang tua. Sebuah penelitian tentang perkembangan motorik kasar bayi melalui stimulasi ibu di Kelurahan Kemayoran Surabaya(Kholifah et al., 2014), pada 30 bayi dengan usia 0-1 tahun didapatkan 70% ibu belum maksimal dalam memberikan tindakan stimulasi untuk bayi’>perkembangan bayi.
Pada anak bayi didapatkan beberapa bayi mengalami keterlambatanpada motorik kasar. Kurangnya stimulasi dikarenakan masih banyak ibu yang belum mengerti tentang perannya dalam memberikan tindakan stimulasi untuk perkembangan motorik kasar bayinya dikarenakan faktor lingkungan dan budayanya. Budaya tersebut diantaranya seperti ibu tidak rutin membawa bayinya ke pelayanan kesehatan/posyandu di wilayah tersebut.
Anak yang tidak mempunyai kesempatan untuk belajar seperti sering digendong atau diletakkan di baby walkerjuga dapat mengalami keterlambatan dalam mencapai kemampuan motorik. Tindakan stimulasi yang dilakukan oleh ibu yang sangat berpengaruh besar untuk pertumbuhan dan perkembangan.
Dampak jika stimulasi kurang bisa mengakibatkan gangguan tumbuh kembang, khususnya perkembangan motorik kasar seperti saat bayi berusia antara 8-12 bulan, bayi belum mampu duduk tanpa pegangan, berdiri dengan pegangan, bangkit terus berdiri, berdiri dua detik dan belum mampu berdiri sendiri.
Bayi belajar keterampilan motorik melalui latihan, karena itu orang tua dari bayi dengan keterlambatan motorik, didorong untuk memberikan latihan-latihan ke dalam rutinitas sehari-hari. Latihan bayi terjadi secara kooperatif antara bayi dan orang tua selama kegiatan sehari-hari yang termasuk perawatan dan bermain.
Pemahaman yang baik tentang aktivitas sehari-hari di mana bayi terlibat dan hubungannya dengan perkembangan motorik dapat membantu tenaga medis ketika merancang program intervensi untuk bayi dengan keterlambatan motorik (Jensen et al., 2015).
Upaya lain yang dapat dilakukan yaitu dengan pemberian makanan yang sehat dan cukup gizi untuk bayi.Vaivada, Gaffey, & Bhutta (2017) melakukan penelitian tentang mempromosikan perkembangan anak usia dini dengan intervensi kesehatan dan nutrisi yang diberikan selama masa infant dan masa kanak-kanak (1000 first day) yang bertujuan untuk pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, didapatkan bahwa pemberian suplemen multiple micronutrientdapat meningkatkan intelegensi dan perkembangan motorik pada bayi berusia 6 hingga 12 bulan dan prestasi akademik pada anak usia sekolah.
Periode lima tahun pertama kehidupan akan menentukan kualitas hidup anak dikemudian hari. Apabila terdapat suatu masalah dalam proses tersebut maka yang akan berakibat terhambatnya anak mencapai tingkat tumbuh kembang yang sesuai dengan usianya.
Apabila gangguan ini berlanjut maka akan menjadi potensi untuk menurunkan kualitas hidup anak di kemudian hari, sehingga sangatlah penting apabila semua komponen yang terlibat dalam tumbuh kembang anak dapat bekerja sama dalam melakukan pemantauan sejak dini.Peran serta petugas kesehatan juga diperlukan untuk menekan frekuensi gangguan motorik kasar pada anak dengan mengadakan promosi kesehatan yang bertujuan mengoptimalisasi tumbuh kembang anak sehingga terwujudnya generasi harapan bangsa yang lebih baik dan berkualitas. (*)