Pengaruh Tumbuh Kembang Terhadap Kasus LGBT
Oleh Ni Made Ayu Wulan Sari
Dosen STIKES Telogorejo Semarang
LGBT (Lesbian, gay, bisexual dan transgender) merupakan fenomena yang terjadi di Indonesia pada saat ini. Hal tersebut tidak hanya berdampak secara fisik tetapi juga secara psikis/ mental, baik bagi individu yang mengalaminya maupun bagi anggota keluarga maupun masyarakat disekitarnya.
LGBT dianggap sebagai penyimpangan sosial yang akan berdampak buruk bagi penerus bangsa. Negara Amerika Serikat telah melegalkan LGBT dengan mengijinkan pernikahan sesama jenis. Pelegalan tersebut menimbulkan kontroversi baik secara hukum maupun agama (Suherry, dkk., 2016).
Era globalisasi menyebabkan kehidupan dan dinamika kehidupan masyarakat modern mengalami perubahan yang berdampak positif maupun negatif. Fenomena LGBT juga terjadi di Indonesia.
Awal mula LGBT menurut laporan pertemuan LGBT di Bali 13-14 Juni tahun 2013 dengan judul Hidup Sebagai LGBT di Asia: Laporan Nasional Indonesia; Tinjauan dan Analisa Partisipatif tentang Lingkungan Hukum dan Sosial bagi orang dan Masyarakat Madani Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) menjelaskan pada akhir tahun 1960-an dengan didirikan Himpunan Wadam Djakarta (Hiward) oleh Gubernur DKI Jakarta, Jenderal Marinir Ali Sadikin. Pada tahun 1982 kalangan pria homoseksual merintis usaha pengorganisasian dengan mendirikan Lambda Indonesia (Oetomo, 2013).
Fenomena LGBT di Indonesia diatas, menimbulkan pertanyaan mengenai pengelompokan LGBT. LGBT berdasarkan kelompoknya yaitu, kelompok pertama, lesbian yang dapat diartikan sebagai golongan indvidu yang dilahirkan secara biologis sebagai wanita, namun tertarik kepada wanita yang lain dari segi kecenderungan perasaannya maupun keinginan seksualnya.
Kelompok dua, gay adalah golongan yang dilahirkan secara biologis sebagai laki-laki, namun tertarik kepada sesame laki-laki yang lain. Bbaik dari segi kecenderungan perasaannya maupun keinginan seksualnya.
Kelompok ketiga, biseksual adalah seseorang yang mempunyai kecenderungan untuk tertarik kepada laki-laki maupun perempuan pada saat bersamaan. Sehingga kaum biseksual dapat menjalankan aktivitas seksual dengan dua orang yang berlainan kelamin tanpa merasa risih dan terganggu dengan indentitasnya.
Kelompok empat, transgender berbeda dengan golongan gay, lesbian dan biseksual. Golongan transgender tidak berorientasi pada dominasi kecenderungan perasaan maupun seksual pada sesama jenis, melainkan lebih kepada aspek identitas diri (Nugraha, 2017).
LGBT dapat terjadi apabila memahami tumbuh kembang manusia yang dipengaruhi oleh seksualitas, hal ini karena seksualitas merupakan dorongan utama dalam kehidupan manusia (Noviandy, 2012). Tetapi fenomena LGBT tidak sepenuhnya terjadi karna gangguan pada tumbuh kembang seksualitas.
Hal ini karena LGBT dipengaruhi faktor-faktor lain yaitu faktor prinsip hidup, faktor lingkungan, faktor kebebasan seksual, faktor genetik, faktor hormon dan faktor ketidakpuasan seks dengan pasangan, sehingga LGBT bukan suatu kelaian merupakan aktivitas manusia secara psikologis bersifat wajar.
Hal tersebut didukung Drescher (2015), awalnya homoseksual dianggap bukanlah sesuatu gangguan penyakit pada kesehatan jiwa. Hal ini didasari oleh pernyataan Freud yang menyatakan bahwa perilaku homoseksual disebabkan oleh adanya sesuatu yang terperangkap pada saat tahap perkembangan psikoseksual (tumbuh kembang seksualitas). Orang yang mengalami homoseksual tidak mengalami penurunan pada fisik sehingga tidak diklasifikasikan pada penyakit.
Tetapi pada tahun 1939, generasi psikoanalisis melihat homoseksual sebagai suatu penyakit. Pandangan ini berdasarkan teori Sandor Rado. Rado menyatakan bahwa didunia ini tidak ada biseksual dan homoseksual tetapi yang ada adalah heteroseksual. Seseorang dapat menjadi homoseksual dikarenakan ketidakadekuatan pola asuh orang tua.
Hal ini juga dijelaskan Bennett dan Douglas (2013) menjelaskan terjadinya LGBT. Menurutnya, LGBT terjadi karena adanya gangguan pada tahap adolescence yaitu saat identity versus role confusion. Pada tahap ini seseorang mengembangkan kesadaran identitasnya secara individu dan anggota dari kelompok masyarakat. seseorang akan menyadari bahwa dia LGBT pada tahap ini.
Pembentukan seseorang menjadi LGBT terjadi pada tahap initiative versus guilt saat umur 3-6 tahun. Pada tahap ini tugasnya adalah mengembangkan ketegasan interaksi dengan seseorang di lingkungan. Dampak tugas perkembangan yang tidak terlaksana low esteem, kesalahan perilaku seksual atau penegasan identitas LGBT.
LGBT di Indonesia menurut Saleh dan Arif, (2018), semua agama memandang bahwa LGBT adalah perilaku seksual yang menyimpang dan tidak dapat diterima seluruh agama yang ada khususnya Indonesia. Hal tersebut menyebabkan munculnya dampak sosial yang negatif di masyarakat yaitu munculnya berbagai penyakit kelamin maupun psikis/mental.
Menurut Russell dan Patrick (2018), terdapat 2 faktor yang dapat memperparah terjadinya masalah mental pada LGBT terutama remaja. Pertama faktor universal seperti konflik keluarga, penganiayaan, penggunaan narkoba dan pelecehan sexual. Kedua adalah faktor spesifik seperti stigma, diskriminasi, serta stres sehari-hari.
LGBT dapat terjadi, salah satu penyebabnya adalah masalah yang menghambat pada saat tumbuh kembang sehingga pentingnya orang tua untuk memaham ibagaimana cara mendidik anak secara dini. Selain itu, pentingnya memilih lingkungan yang baik untuk tumbuh kembang anak.(*)
Sumber : http://jateng.tribunnews.com/2019/02/01/pengaruh-tumbuh-kembang-terhadap-kasus-lgbt?page=all.