Apakah sebenarnya yang terjadi ? Hati-hati dengan Baby Blues yang tersembunyi !
Disusun Oleh Ns. Rinda Intan Sari, M.Kep ( Dosen S-1 Keperawatan STIKES Telogorejo Semarang )
Fenomena akhir-akhir ini yang sangat menghebohkan yaitu ibu menggorok leher anaknya dengan alasan menyelamatkan anaknya dari penderitaan karena kekurangan ekonomi. Ibu mencelupkan anaknya ke bak mandi supaya ke surga dan hidup bahagia karena merasa gagal menjadi ibu yang pantas bagi anaknya.
Sungguh mengerikan bukan fenomena tersebut?
Kemungkinan terbesar yang terjadi pada ibu tersebut adalah baby blues yang tersembunyi. Dimana ibu mengalami kesulitan dalam melakukan perannya dalam keluarga dan hal tersebut dimulai setelah melahirkan hingga beberapa bulan yang dipendam dan akhirnya menjadi depresi.
Baby blues adalah gangguan suasana hati yang dialami oleh ibu setelah melahirkan. Kondisi ini ditandai dengan ibu mudah sedih, lelah, mudah marah, menangis tanpa alasan yang jelas, mudah gelisah, dan sulit untuk berkonsentrasi. Banyak ibu yang menyembunyikan kesulitannya dalam merawat bayi dan keluarganya dengan tujuan menjaga harga diri sebagai ibu yang sempurna. Secara medis, rasa perfeksionis ini merupakan hal yang normal sebagai ibu baru yang nantinya akan menurun secara perlahan seiring dengan perkembangan bayinya. Namun apabila rasa perfeksionis tersebut tidak turun, maka bisa menjadi baby blues.
Baby blues yang tersembunyi ini apabila tidak di atasi akan berubah menjadi depresi post partum dan akan menjadi lebih parah hingga lebih dari 1 tahun setelah melahirkan.
Baby blues yang tidak mendapatkan dukungan dan support dari orang lain akan semakin memperberat gejala hingga terjadi “pembunuhan” atau melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan moral atau akal sehat. Sebetulnya apa yang menjadi penyebabnya?
Perlu kita ketahui secara mendasar bahwa ibu seharusnya melakukan penyesuaian yang adaptif terhadap perubahan perannya yang sebelumnya tidak mempunyai anak sekarang harus merawat dan mengurus anaknya. Penyesuaian/adaptasi perubahan ini merupakan hal yang normal dan pasti terjadi namun harus dipahami oleh lingkungan baik suami maupun keluarga lain. Perubahan ini tidaklah mudah khususnya ibu baru (anak pertama) namun adaptasi ini juga terus berlanjut pada ibu yang melahirkan anak ke 2 dan ke 3. Bukan masalah sudah memiliki pengalaman sebelumnya atau tidak, namun dukungan dan persiapan mental perlu dipersiapkan dan dipahami oleh semua orang. Ibu dengan beberapa anak akan memiliki kesulitannya sendiri, jadi jangan memiliki pandangan bahwa ibu dengan anak 2 atau 3 pasti sudah dapat menyesuaikan diri dengan perubahan perannya. Lalu bagaimana yang bisa dilakukan?
Kunci utama yaitu dukungan keluarga khususnya suami. Orang dewasa selain ibu itu sendiri sangat berperan dalam adaptasi perubahan peran. Pasangan atau suami adalah faktor pendukung terbesar dalam adaptasi ibu, sehingga suami memiliki peran penting dalam kesehatan mental ibu. Apabila suami mendukung, membantu dan memotivasi ibu, baby blues atau depresi dapat dicegah. Dukungan suami dalam bentuk memberikan kasih sayang, simpati, empati, motivasi, dukungan emosional, verbal, informatif dan lain sebagainya akan sangat mempengaruhi pandangan dan perasaan ibu untuk beradaptasi dengan perannya. Suami siaga tidak hanya diperlukan pada saat ibu sedang menjalani kehamilan, namun suami siaga juga harus diaplikasikan sepanjang hubungan suami-istri berlangsung. Suami siaga salah satunya yaitu suami yang peka terhadap perubahan yang terjadi pada istri khususnya perubahan emosional, ikut dalam merawat bayi. Pandangan suami tentang merawat anak adalah tugas dan kewajiban seorang ibu adalah pandangan yang salah. Pada hakikatnya kodrat seorang perempuan itu menstruasi dan melahirkan, selebihnya adalah tugas dan kewajiban bersama ibu dan ayah. Apakah hanya dukungan suami saja yang mempengaruhi baby blues?
Dukungan lain selain suami juga sangat penting yaitu orang tua. Orang tua juga memberikan kontribusi dalam menambah stres ibu karena adanya berbeda pemikiran dengan kemajuan ilmu saat ini, dengan alih-alih jaman dahulu melakukan hal tersebut juga tidak ada masalah. Perbedaan cara perawatan, ekpektasi orang tua terhadap cucunya, adat istiadat dan tradisi yang dianut, serta komentar orang sekitar akan sangat mempengaruhi ibu dalam menyesuaikan diri dengan perubahan perannya. Kemudian, apakah yang bisa ibu lakukan?
Cara mencegah terjadinya baby blues antara lain yaitu komunikasikan keluhan kepada suami secara baik-baik, mencari banyak informasi terkait kondisi diri dan perubahannya/mengenali perubahan diri sendiri, dan melakukan terapi-terapi komplementer. Terapi komplementer yang dapat ibu lakukan yaitu usahakan ibu memiliki “me time” atau waktu sendiri untuk menenangkan diri, mendengarkan musik, melakukan aktivitas fisik yang disukai, melanjutkan hobby yang sempat tertunda karena kehamilan, yoga bila perlu dengan menghirup aromaterapi yang disukai. Apabila cara-cara diatas sudah dilakukan namun tidak dapat mengurangi stres segera menghubungi profesional baik psikiater atau psikolog.
Ingat, bahwa baby blues bukan hal yang ringan, hal ini sering disembunyikan ibu untuk mempertahankan harga diri sebagai seorang ibu yang sempurna bagi keluarga.
Ayah, kenali perubahan pada ibu.
Orang tua, berikan kesempatan ibu untuk mengembangkan ilmunya dalam perawatan bayi dan keluarganya, percayakan semua pada ibu, bantu sesuai keinginan ibu.
Jangan malu dan tabu untuk ke psikiater atau ke psikolog demi menyelamatkan diri sendiri dan keluarga.