Mengenal Lebih Dekat Diabetes Melitus
Oleh: Sukesi
Dosen STIKES Telogorejo Semarang
WHO (World Health Organization) memperkirakan adanya peningkatan jumlah penderita diabetes melitus (DM) yang menjadi salah satu ancaman kesehatan global. Data International Diabetes Federation (IDF) Atlas pada 2015, mencatat bahwa ada 415 juta orang dewasa dengan DM. Angka ini merupakan kenaikan 4 kali lipat dari 108 juta pada tahun 1980an. Pada tahun 2040 diperkirakan jumlahnya akan menjadi 642 juta.
Di Indonesia, WHO memprediksi kenaikan jumlah penderita DM dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan jumlah penderita DM sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2035. DM merupakan penyebab kematian terbesar nomor 3 di Indonesia dengan persentase sebesar 6,7%, setelah stroke sebesar 21,1% dan penyakit jantung koroner sebesar 12,9% (Kementerian kesehatan, 2014). Ironisnya, satu dari dua orang dengan diabetes tidak tahu dirinya memiliki diabetes.
DM adalah kelompok penyakit metabolik dikarakterisasikan dengan tingginya tingkat glukosa didalam darah (hiperglikemia) yang terjadi akibat defek sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya (American Diabetes Association (ADA), Expert Committee on the Diagnosis and Classification of Diabetes mellitus, 2003) dalam Tarwoto, et al., (2012, hlm. 151). Gejala awal DM ditunjukkan dengan adanya banyak makan (polifagia), banyak minum (polidipsia), dan banyak kencing (poliuria) atau disingkat 3P.
Jenis diabetes yang paling sering terjadi adalah DM Tipe II, mencakup 85% pasien diabetes. Pada DM Tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Hal tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya faktor keturunan, faktor kegemukan (obesitas) dan faktor demografi.
Obesitas merupakan faktor utama penyebab timbulnya DM Tipe II (LeMone, et al., 2016). Obesitas terjadi akibat perubahan gaya hidup dari tradisional ke gaya hidup barat, makan berlebihan, hidup santai, dan kurang gerak badan. Kategori obesitas yaitu indeks massa tubuh (IMT) 25,0-29,9. Pada obesitas, khususnya obesitas visceral (lemak abdomen) dikaitkan dengan resistensi insulin.
DM Tipe II merupakan penyakit menahun yang akan disandang seumur hidup. Oleh karena itu perlu pencegahan dan pengelolaan DM Tipe II menurut PERKENI, (2015). Pencegahan DM Tipe II meliputi pencegahan primer, sekunder, dan tersier.
Pencegahan primer ditujukan untuk kelompok beresiko yang dapat dilakukan dengan penyuluhan tentang pola hidup sehat melalui program penurunan berat badan untuk mencapai berat badan ideal, latihan jasmani, dan hentikan kebiasaan merokok maupun intervensi farmakologis.
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya penyulit pada pasien yang telah terdiagnosis DM. Pencegahan sekunder meliputi pengendalian kadar glukosa dan faktor resiko penyulit, melakukan deteksi dini adanya penyulit dan program penyuluhan yang memegang peran penting untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani program pengobatan sehingga mencapai target terapi yang diharapkan.
Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penderita diabetes yang telah mengalami penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut serta meningkatkan kualitas hidup. Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin, sebelum kecacatan menetap. Pada upaya pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan pada pasien dan keluarga. Materi penyuluhan termasuk upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk mencapai kualitas hidup yang optimal. Pencegahan tersier memerlukan pelayanan kesehatan komprehensif dan terintegrasi antar disiplin yang terkait, terutama di rumah sakit rujukan.
Pengelolaan DM Tipe II bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup penderita diabetes, meliputi menghilangkan keluhan DM, memperbaiki kualitas hidup, mengurangi resiko komplikasi akut, mencegah dan menghambat progresivitas penyulit dan turunnya morbiditas dan mortalitas DM. Penyakit serebrovaskular, penyakit jantung koroner, penyakit pembuluh darah tungkai, gangguan pada mata, ginjal dan syaraf merupakan penyulit menahun akibat penyakit DM yang tidak dikelola dengan baik.
Pengelolaan DM Tipe II meliputi umum dan khusus. Pengelolaan umum: perlu dilakukan evaluasi medis yang lengkap pada pertemuan pertama, yang meliputi: riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, riwayat komplikasi.
Pengelolaan khusus meliputi: edukasi, terapi nutrisi medis (penderita DM perlu diberikan penekanan mengenai pentingnya keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin), latihan jasmani (secara teratur 3-5 hari seminggu selama sekitar 30-45 menit, dengan total 150 menit perminggu, dengan jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut, latihan jasmani yang dianjurkan yang bersifat aerobik dengan intensitas sedang seperti jalan cepat, bersepeda santai, jogging, dan berenang), dan intervensi farmakologis (oral dan bentuk suntikan).
PERKENI secara terus menerus memberikan informasi baru tentang pencegahan dan pengelolaan DM di Indonesia sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi terkini. Namun, data-data yang ditunjukkan oleh WHO, IDF, maupun Riskedas memperlihatkan bukti bahwa jumlah penderita DM di Indonesia masih sangat besar. Dan adanya perkiraan terjadi peningkatan jumlah penyandang DM di masa yang akan datang menjadi beban berat sekaligus tantangan bagi semua tenaga kesehatan yang ada. Oleh karena itu perlu peran yang optimal dari semua pihak, baik tenaga kesehatan, masyarakat maupun pemerintah, dalam usaha penanggulangan DM khususnya dalam upaya pencegahan.
Marilah kita kenali lebih dekat DM yang merupakan penyakit menahun seumur hidup agar dapat meningkatkan kualitas hidup bagi penyandang DM. (*)
Sumber: http://jateng.tribunnews.com/2018/11/23/mengenal-lebih-dekat-diabetes-melitus?page=2